Penerapan konsep pertanian presisi dengan mengadopsi Teknologi cloud sudah dapat diwujudkan untuk membantu mengoptimalkan proses produksi pertanian. Beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dalam penerapannya adalah aspek keberlanjutan (sustainability). Dari sisi teknis, hardware dan software, serta data dan informasi pendukung (infoware), pertanian presisi dapat di adaptasikan untuk dapat diterapkan pada pertanian tropis baik untuk sistem konvensional maupun CF. Sedangkan dari sisi budaya, ada manusia (humanware), organisasi kelembagaan (organoware), masih perlu untuk dikaji lebih lanjut. Model keterkaitan antar sub-sistem dan strategi implementasi dapat dilihat pada Gambar 3.3. Tahapan dan berikut dengan kaitannya dengan pemanfaatan sumber daya alam untuk proses produksi akan dijelaskan lebih lanjut.
Tahapan pertama adalah sub-sistem manusia (humanware) yang mulai menyadari perlunya adopsi atau adaptasi pertanian modern. Secara konvensional, pemerintah sudah memiliki program peningkatan kualitas dan kuantitas produk pertanian melalui program panca dan sapta usaha tani. Panca usaha tani meliputi: (i) pemilihan bibit unggul, (ii) pengolahan tanah yang baik, (iii) pemupukan yang tepat, (iv) pengendalian hama dan penyakit tanaman, dan (v) pengairan atau irigasi yang baik. Sedangkan Sapta usaha tani dengan penambahan pada ranah off-farm, yaitu: (vi) penanganan pascapanen, dan (vii) pemasaran hasil pertanian. Pengetahuan dasar bercocok tanam yang sudah dikuasai petani dengan penerapan panca dan sapta usaha akan dioptimalkan dengan pemanfaatan Teknologi Baru (Pertanian 4.0) yang menerapkan konsep pertanian presisi.
Tahapan kedua yaitu penggunaan peralatan pendukung (tools) seperti field monitoring system (fms), Automatic Weather Station (AWS), atau sistem informasi cuaca online, kalender tanam, dll. Penggunaan hardware dan software ini secara umum sudah diterapkkan dibeberapa tempat. Usaha untuk penerapannya juga terkait dengan manusia yang mampu dan mau mempelajari bagaimana menggunakan peralatannya dan memanfaatkan informasi dari data hasil pengukuran sensor dari instrument yang dipasang pada spesifik lokasi. Apabila menilik diagram piramida Data-Information-Knowledge-Wisdom (DIKW), level ini sudah pada level pemanfaatan informasi. Pemanfaatan informasi untuk mendukung proses produksi pertanian ini sudah masuk pada level Information – Knowledge, dimana transformasinya memerlukan pendampingan dari Ahli. Pengetahuan bisa diperoleh dari pengalaman individu, membaca, ataupun sharing dari sesama petani atau penyuluh (ahli).
Tahapan ketiga adalah penyusunan tata-kelola atau pengorganisasian (organoware). Pengorganisasian yang jelas untuk mengatur aspek teknis dan non-teknis (budaya dan manusia) baik di ranah on-farm ataupun off-farm. Pengelolaan Informasi dan pengetahuan untuk mendukung proses pembelajaran sistem pertanian yang lebih efektif dan efisien. Tidak hanya itu, pemanfaatan sumber daya alam seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.1 perlu juga dikelola dengan pendekatan sistem
Dari ketiga tahapan diatas, sisi Hardware dan Software, sudah tidak begitu bermasalah, karena saat ini banyak perusahaan/start-up yang menyediakan jasa terkait bidang pertanian. Faktor manusia (humanware) sebagai fondasi dan pusat penggerak kegiatan pertanian. Perlu upaya pendampingan untuk menjaga keberlanjutan sistem pertanian, khususnya bagaimana melestarikan pengetahuan untuk dapat dilestarikan, dijaga, dan dibagikan pada generasi penerus.
Kontributor:
Andri Prima Nugroho, Ph.D.
Penulis adalah Dosen dan Peneliti di bidang Informatika Pertanian, saat ini turut mengembangkan riset mengenai pertanian presisi (Precision Agriculture) di Smart Agriculture Research Group, Laboratorium Energi dan Mesin Pertanian, Departemen Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Gadjah Mada.
Kontak E-mail: andrew[at]ugm.ac.id