Seringkali pengujian mutu produk pangan tidak dilakukan menggunakan instrumen analitik, melainkan menggunakan indera manusia. Pengujian seperti ini membutuhkan metode dan panelis terlatih. Pengujian ini dikenal sebagai pengujian mutu sensorik. Salah satu produk yang diuji adalah teh.
Teh hijau merupakan produk kering dengan kadar air rendah, biasanya < 12%, sehingga secara teoritis produk ini memiliki umur simpan yang lama apabila disimpan menggunakan wadah yang tepat dan diletakkan di ruangan yang kering dan suhu kamar. Sifat kering teh ini memiliki beberapa kelemahan antara lain mudah menyerap uap air (higroskopis) dan aroma dari udara bebas, sehingga pengemasan yang tidak tepat mengakibatkan teh akan berbau apek dan tidak enak seduhannya. Hal ini disebabkan adanya jamur yang tumbuh pada teh tersebut akibat dari naiknya kadar air teh selama penyimpanan.
Di samping kadar air yang perlu diperhatikan adalah aroma dan rasa teh tersebut. Penambahan volatile oils dalam teh hijau ditujukan untuk memberikan aroma khas Indonesia untuk teh produksi Indonesia serta diharapkan dapat disukai oleh masyarakat kita sendiri. Aroma dan rasa yang berasal dari volatile oils ini diharapkan dapat terabsrobsi dan terikat oleh teh kering, karena sifat higroskopis teh tersebut dan molekul-molekul volatile oils tersebut dihembuskan dan disiklonasi dalam teh kering dalam waktu tertentu. Aroma dan rasa ini selanjutnya dapat diikat oleh molekul komponen teh. Kekuatan ikatan ini perlu dipertahankan selama proses penyimpanan teh hijau atau teh hitam, sehingga akan tetap memberikan sensasi rasa dan aroma saat teh tersebut dikonsumsi. Tantangan yang muncul adalah menjaga kualitas aroma yang telah diberikan dalam teh tersebut tetap dalam kondisi yang baik selama penyimpanan, sehingga saat akan dikonsumsi rasa dan aroma yang ditambahkan tersebut masih diterima oleh konsumen.