Bagi sebagian orang di Indonesia Peda merupakan salah satu jenis ikan asin yang sangat nikmat jika disantap dengan sambal terasi. Tidak banyak yang menyadari jika Ikan Peda adalah salah satu jenis makanan yang melalui proses fermentasi dalam proses pembuatannya.
Pada dasarnya Peda memang tergolong ke dalam jenis ikan asin, karena dibuat dengan cara menambahkan garam hingga kadar tertentu. Tujuan dari penambahan garam ini agar terjadinya proses penguraian senyawa protein kompleks dan lemak yang terkandung pada ikan menjadi senyawa yang lebih sederhana. Penguraian senyawa kompleks inilah yang disebut dengan proses fermentasi Ikan Peda.
Di Indonesia, ikan peda merupakan komoditas produk perikanan yang difermentasi terbesar kedua dan popularitasnya semakin meningkat dari tahun ke tahun. Industri ikan peda biasanya berbentuk industri Usaha Skala Menengah (UKM) atau skala Usaha Dagang (UD) yang banyak terdapat di Pulau Jawa.
Bahan baku utama ikan peda adalah berbagai jenis ikan laut, biasanya yang paling sering digunakan adalah ikan makarel (Rastrelinger sp.). Menurut Sukarsa (1979), ikan air tawar tidak cocok dijadikan sebagai bahan baku membuat ikan peda. Terkadang jika ketersediaan ikan makarel mulai menipis, beberapa ikan laut lainnya seperti sarden (Sardinella sp.) dan ikan ‘jack’ tuna (Caranx sp.) juga dapat dijadikan sebagai bahan baku ikan peda.
Berdasarkan sejarahnya, awal mula ditemukan ikan peda karena secara tidak sengaja terjadi kesalahan selama proses pengangkutan ikan asin dari Thailand ke Indonesia. Ikan asin yang kala itu belum benar-benar kering mengalami fermentasi spontan selama di perjalanan. Hal ini diketahui saat ikan asin tersebut tiba di Indonesia dan mengeluarkan aroma tajam yang khas ketika dibongkar. Ikan asin terfermentasi tersebut diberi nama ‘Pedah Siam’ (Van Veen, 1965).
Proses fermentasi pada ikan peda dapat berjalan sempurna dengan bantuan garam pada kosentrasi 20-30%. Awal mulanya penambahan garam merupakan teknik pengawetan ikan secara tradisional agar memperpanjang umur simpan ikan. Penambahan garam menyebabkan terbentuknya enzim yang terurai secara alami dari dalam tubuh ikan dengan bantuan bakteri halofilik. Proses fermentasi yang baik menghasilkan ikan peda dengan kandungan kadar air sebanyak 44-47%, kadar lemak 7-14%, kadar garam 15-17%, serta kandungan protein sebanyak 21-22%.
Dari segi gizi, ikan peda memiliki kandungan protein yang lebih tinggi dibandingkan ikan segar yang kandungan proteinnya sebesar 17-20%. Hanya saja karena rasanya yang begitu asin membuat ikan peda terkadang disajikan sebagai lauk pelengkap atau menu pendamping saja.
Citarasa ikan peda merupakan gabungan dari rasa dan aroma yang spesifik. Memiliki tekstur yang cheesy, rasa yang lezat, dan terkadang terdapat aroma agak sedikit tengik. Flavor spesifik ini bagi sebagian orang merupakan rasa yang enak, namun ada pula yang tidak menyukai ikan peda karena terlalu asin.
Berbagai jenis resep olahan masakan berbahan dasar ikan peda agar tidak terlalu terasa asin telah banyak dikembangkan. Beberapa orang senang mengolah ikan peda dengan digoreng lalu ditumis menggunakan campuran bumbu cabai, bawang, dan tomat. Tumisan tersebut dapat digabung dengan petai dan jagung yang akan memberikan cita rasa dan sensasi yang berbeda di lidah. Rasa manis dari jagung bercampur dengan aroma khas dari petai merupakan kombinasi sempurna untuk menyantap ikan peda.
Kini beberapa chef di hotel dan restauran berbasis western food mulai mempertimbangkan ikan peda sebagai salah satu bahan baku untuk kombinasi menu masakan mereka. Hal ini karena kepopuleran ‘nasi goreng ikan asin’ yang telah mendunia. Kombinasi tersebut menjadi menu andalan khas Indonesia yang dicari oleh para turis sejak tahun 1980. Bahkan ada sumber yang menyebutkan bahwa ‘nasi goreng ikan asin’ menjadi menu sarapan favorit Presiden Suharto setiap akan melakukan perjalanan dinas ke Los Angeles dahulu kala.
# Gambar : https://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/1/19/Salt_fish_dip_070826-292_mank.jpg