Jaminan produk halal dapat menjadi peluang sekaligus ancaman bagi UMKM. Kondisi dilematis seperti “bom waktu” kemungkinan akan terjadi bila semua diberlakukan sertifikasi halal, karena kesiapan usaha mikro dan kecil belum memadai. Pemberlakuan pasar terbuka dapat menyebabkan produsen dari luar negeri bisa menuntut standardisasi dan siap bersaing dengan produk lokal. Undang-undang No 33 tahun 2014 dan RSNI3 99001:2016 yang mengamanatkan bahwa semua produk pangan yang beredar mulai tahun 2019 sudah harus bersertifikat halal serta sistem manajemen halal terlaksana untuk semua tingkat. Studi ini mengidentifikasi potensi kendala dan peluang penerapan sertifikasi halal untuk produk pangan lokal non hewani pada usaha mikro dan kecil. Industri gula semut organik di Kulonprogo yeng bersertifikat PIRT menjadi contoh obyek studi kasus.
Studi kualitatif cross-sectional melalui observasi, tanya jawab, dan diskusi dengan pengrajin gula semut, pengepul, lembaga pembiayaan, pemerintah, konsumen, dan akademisi menunjukkan bahwa sebagian besar berpandangan bahwa sertifikasi halal merupakan suatu beban, bukan sebagai investasi yang berpeluang untuk meningkatkan kinerja dan citra perusahaan. Pelaksanaan sertifikasi jaminan halal selama ini masih menunggu amanat dari pusat, belum sepenuhnya terjalin kegiatan proaktif untuk saling membina dan meningkatkan kesiapan untuk sertifikasi jaminan halal. Kendala yang paling banyak ditemui adalah persiapan dokumentasi dan syarat administrasi, pembiayaan, kurangnya informasi dan edukasi tentang sistem jaminan halal. Pembahasan titik kritis cemaran najis dan ketertelusuran belum bisa terlaksana. Luaran dari penelitian diarahkan untuk mengidentifikasi strategi untuk mengintegrasikan persiapan dari berbagai afiliasi untuk mengurangi kesenjangan persiapan sertifikasi halal untuk usaha mikro dan kecil non hewani, dalam hal ini sentra gula semut organik sebagai contoh kasusnya.