Terasi merupakan bumbu masakan berbentuk pasta yang terbuat dari ikan atau udang. Terasi menjadi bumbu penyedap utama berbagai masakan di Indonesia. Salah satu menu penting yang menggunakan terasi sebagai penyedap utama yaitu sambal terasi. Berbagai variasi resep sambal terasi telah tersaji banyak di daftar menu beberapa restoran Indonesia.
Jenis ikan yang biasa digunakan yaitu ikan asin berukuran kecil-kecil, sementara untuk udang biasa digunakan udang rebon. Pasta ikan atau udang tersebut kemudian difermentasi selama beberapa minggu hingga terbentuk aroma khas yang diinginkan. Aroma kuat yang menusuk hidung namun rasanya melekat di lidah merupakan ciri khas terasi. Bagi pecinta terasi tentu saja aroma ini dianggap aroma wangi yang menyenangkan dan menggugah selera. Kombinasi dari garam dan degaradasi dari mikrobia sangat berpengaruh terhadap pembentukan aroma terasi. Selain itu, kandungan lemak dan karbohidrat yang terdapat dalam bahan baku juga berpengaruh terhadap aroma dan rasa terasi.
Menurut sejarahnya terasi merupakan penyedap rasa yang diciptakan oleh Pangeran Walangsungsang, salah satu pendiri Kota Cirebon. Terasi tersebut dijadikan sebagai upeti dari Cirebon yang pada waktu itu merupakan wilayah bagian di bawah kekuasaan Kerajaan Sunda Galuh (Kerajaan Sunda Timur). Raja Galuh sangat menyukai bumbu penyedap yang ketika itu disebut “terasih” ini. Terasih berasal dari kata “asih” yang berarti suka atau cinta, diberi imbuhan ter- yang berarti sangat disukai.
Uniknya, terasi memiliki sebutan atau julukan tersendiri di masing-masing negara asalnya. “Sidol” sebutan terasi di Bangladesh, “Kapi” di Thailand, “Belacan” di Malaysia, “Mam Tom” di Vietnam, “Saewoo Jeot” di Korea, “Bangoong Alamang” di Filipina, “Trassi” di Belanda, “Hom Ha” di Cina, “Galmbo” di India, dan “Ngapi Yay” sebutan terasi di Myanmar. Ada yang wujudnya mirip dengan terasi asli dari Indonesia ada pula yang berbeda nemun memiliki prinsip pengolahan yang sama.
Dalam penggunaannya selain sebagai pelengkap sambal, terasi juga sering digunakan sebagai bumbu sayur. Di Indonesia sendiri terasi juga kini terbagi menjadi terasi khas dari berbagai daerah. Tak hanya Cirebon, daerah penghasil terasi terkenal lainnya yaitu Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat. Kebanyakan masakan khas Lombok menggunakan terasi sebagai bumbu dasar. Di Lombok terdapat tiga jenis terasi yaitu “Lengkare”, terasi udang rebon yang berwarna kemerahan. “Jerowaru”, terasi yang juga terbuat dari udang rebon namun berwarna lebih gelap. “Beroq”, terasi yang terbuat dari campuran udang dan ikan sehingga memiliki aroma yang lebih tajam.
Beberapa penelitian terdahulu menyebutkan sebelum digunakan ada baiknya terasi digoreng, direbus, atau dibakar terlebih dahulu. Karena ditakutkan adanya kandungan toksik berbahaya bagi tubuh saat mengkonsusmsi terasi. Beberapa peneliti menyebutkan bahaya toksik tersebut ada kaitannya dengan kandungan bakateri patogen Vibrio parahaemolyticus dan Staphylococcus aureus pada ikan yang digunakan sebagai bahan baku membuat terasi. Namun, riset mengenai bahaya kedua bakteri patogen ini tidak ditemukan di terasi.
Menurut Ayanta (2000), dikutip dari Japanese Journal of Lactic Acid Bacteria Vol. 10/No. 2/Page: 90-102, terasi aman dikonsumsi selama kondisi penyimpanannya pada kondisi yang optimum maka. Umur simpan terasi juga harus diperhatikan, umumnya terasi dan “bangoong” memiliki umur simpan hingga setahun di suhu ruang (negara tropis). Sedangkan “belacan” memiliki umur simpan kurang lebih selama enam bulan. Jadi, selama penyimpanannya dalam keadaan yang baik terasi aman untuk dikonsumsi. Terasi yang baik dikarakterisasikan dari segi aromanya.
# Gambar : https://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/thumb/b/b9/Belachan_or_Terasi_Bangka.jpg/640px-Belachan_or_Terasi_Bangka.jpg