Indonesia adalah negara agraris dengan 200juta lahan dan 25% digunakan untuk aktivitas pertanian. Kegiatan pertanian ini mengambil peran penting dalam ekonomi nasional dengan kontribusinya pada Gross Domestic Product (GDP) sebesar 15,4% (Anggarendra, 2016). Aktivitas pertanian yang dilakukan umumnya pada tanman pangan dan hortikultura, dengan budidaya pertanian lahan terbuka. Sistem pengelolaan pertanian lahan terbuka ini sangat erat kaitannya dengan dinamika perubahan iklim dan kondisi lingkungan.
Tantangan yang saat ini dihadapi dalam aktivitas budidaya petanian adalah keterbatasan sumberdaya alam, modal, dan pengetahuan terhadap teknologi. Selain itu, faktor lahan yang semakin menurun karena alih fungsi menjadi pemukiman juga menjadi tantangan tersendiri untuk dapat mengoptimalkan kondisi yang ada. Disisi lain, populasi penduduk Indonesia semakin meningkat dengan laju pertumbuhan rata-rata juta jiwa/tahun (). Oleh karena itu, sistem pertanian yang optimal dengan produksi yang maksimal diperlukan untuk bisa diadopsi pada pertanian di Indonesia.
Konsep Pertanian Presisi
Pertanian presisi adalah konsep pertanian dengan pendekatan sistem untuk menuju pertanian dengan rendah pemasukan (low-input), efisiensi tinggi, dan pertanian berkelanjutan (Shibusawa, 1998). Definisi lain menyebutkan bahwa, Pertanian presisi adalah sistem pertanian yang mengoptimalkan penggunaan sumberdaya untuk mendapatkan hasil yang maksimal dan juga mengurangi dampak terhadap lingkungan. Konsep yang diperhatikan diantaranya dengan pendekatan sistem yang memperhatikan Input, Proses, Output.
Untuk dapat mempelajari Pertanian Presisis, berikut ini kerangka kerja (framework) pertanian presisi yang dikemukakan oleh Stafford (2000), yang menjelaskan bahwa pertanian presisi merupakan aliran informasi yang dioptimalkan pada setiap tahapan sistem, seperti disajikan pada Gambar 1. Beberapa teknologi kunci yang meliputi diantaranya disajikan sebagai berikut:
A. Input
- Posisitiong System (Sistem posisi)
Posisi merupakan tahapan awal dalam penerapan pertanian presisi, beberapa ciri diantaranya adalah penggunaan GPS (global possitioning system) untuk penentuan lokasi yang presisi. Contoh penerapannya misalknya treking lokasi peralatan pertanian, sensor, dan juga pergerakan.
b. Sensing System
Sistem sensor adalah penggunaan peralatan berupa sensor untuk kegiatan-kegiatan yang sesuai dengan tujuan, berikut ini beberapa penerapan sensor untuk aplikasi-aplikasi khususu:
b.1. Soil and Environment
Tanah dan kondisi lingkungan adalah elemen yang penting dalam budidaya tanaman. Pada pengamatan di tanah, beberapa faktor yang dapat diamati antaralain: PH, Electrical Conductivity (EC), Kadar lengas tanah, dll. Untuk lingkungan, beberapa pengamatan diantaranya Temperatur, Humidity, Solar radiasi, CO2, Gas lain, dan juga penerapan di perairan misalnya DO (dissolved oxygen), BOD, PH, dll.
b.2. Plant or Crop Sensing
Sensor yang digunakan untuk mengamati tanaman dan juga kondisi perilakunya. Contoh penerapan sensor tanaman adalah pengukuran pertumbuhan tanaman, perkembangan buah, pergerakan tanaman, ritme sirkadian.
b.3. Postharvest and Food Quality Sensing
Pengamatan kualitas hasi pertanian berikut dengan metode destruktif maupun non-destruktif. Penerapan non-destruktif menggunakan Image processing, e-nose, dan juga Near Infra Red Spectroscopy. Kualitas hasil dengan destruktif misalnya penetromter, kekenyalan, sensor kematangan buah, dll.
B. Information Management (Prosesing)
Beberapa aplikasi yang terkait dengan manajemen informasi diantaranya:
- Information System
- Management Information System
- Expert System
- Decision Support System
C. Precise Application (Output)
Aplikasi pertanain presisi diantaranya penerapan VRT (Variable Rate Application), Robotic, Control System, dan Juga pengguaan Aktuator yang terpadu dengan komponen A, dan B sebelumnya.
Penutup
Aplikasi sistem Pertanian presisi dengan pendekatan sistem berikut dengan contoh teknologi kunci (key technology) disajikan dengan penerapannya. Penggunaan teknologi menjadi pendukung dalam adopsi teknogi ini. Namun, disisi lain, selain faktor teknologi, faktor manusia sebagai penggerak dan pelaksana aktivitas pertanian juga perlu untuk didukung. Pertanian presisi berbasis pengetahuan perlu untuk dikembangkan lebih lanjut guna menghadapi peruban iklim global dan tantangan era industri 4.0.
Referensi
R. Anggarendra, C. S. Guritno, M. Singh, S. Kaneko, and M. Kawanishi, “Climate Change Policies and Challenges in Indonesia,” pp. 295–304, 2016.
J. V. Stafford, “Implementing precision agriculture in the 21st century,” J. Agric. Eng. Res., vol. 76, no. 3, pp. 267–275, 2000.
Andri Prima Nugroho, Ph.D.
Penulis adalah Dosen dan Peneliti di bidang Informatika Pertanian, saat ini turut mengembangkan riset mengenai pertanian presisi (Precision Agriculture) di Smart Agriculture Research Group, Laboratorium Energi dan Mesin Pertanian, Departemen Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Gadjah Mada.