LATAR BELAKANG
Limpasan permukaan atau surface run off atau air larian merupakan salah satu komponen dalam siklus air (hidrologi). Limpasan permukaan nyata terlihat pada saat terjadi hujan atau ketika irigasi, air bergerak menuju tempat yang lebih rendah dan berhenti pada sebuah cekungan dan kemudian dikenal sebagai banjir atau genangan, atau dapat pula masuk ke dalam suatu sungai dan kembali ke laut. Pergerakan air umumnya larian disertai dengan penggerusan material tanah (erosi) yang dilewatinya sehingga berdampak pula terhadap penurunan kesuburan tanah. Jumlah air hujan yang menjadi limpasan permukaan akan bertambah apabila kecepatan air yang masuk kedalam tanah berkurang. Kecepatan proses masuknya air ke dalam tanah dikenal dengan istilah infiltrasi. Beberapa kondisi permukaan tanah yang mempengaruhi limpasan permukaan antara lain penggunaan lahan (misal hutan, perumahan, lahan sawah) dan kemiringan lereng.
Dari segi konservasi tanah dan air, limpasan permukaan bersifat merugikan karena dapat menyebabkan jumlah pasokan air dalam tanah berkurang. Air yang masuk kedalam tanah inilah yang dapat digunakan untuk sumber pemenuhan kebutuhan air sehari-hari baik untuk keperluan rumah tangga (mandi, cuci, masak) ataupun pertanian. Jumlah limpasan permukaan dapat diprediksi dengan menggunakan beberapa model seperti SCS-CN. Salah satu input dalam model SCS-CN adalah kapasitas infiltrasi. Informasi mengenai perkiraan jumlah air limpasan permukaan dapat digunakan sebagai dasar dalam merancang bangunan konservasi tanah dan air (dam, check dam, embung, jenis teras, rorak, jenis tanaman, dsb). Penelitian ini bertujuan untuk memilih metode perhitungan kapasitas infiltrasi terbaik untuk prediksi limpasan permukaan pada dua jenis penggunaan lahan: agroforestry dan pertanian intensif.
METODE
Banjarnegara dipilih menjadi lokasi penelitian, karena merupakan kabupaten yang terletak di provinsi Jawa Tengah dan masuk dalam sistem Daerah Aliran Sungai (DAS) Serayu, dan bagian hulunya (atas) dikenal sebagai sub DAS Merawu. Hulu DAS memiliki fungsi sebagai kawasan penyangga atau pelindung. Artinya melindungi kawasan bagian di bawahnya (hilir) dari bencana kekurangan air (kekeringan) dan kelebihan air (banjir). Menurut Badan Pusat Statistik (2017), Kabupaten Banjarnegara memiliki beberapa sektor yang menjadi sumber pendapatan daerah diantaranya adalah hortikultura, kehutanan, perikanan, pertambangan, perkebunan, perternakan dan tanaman pangan. Total jumlah penduduk di Banjarnegara 901.814 jiwa dan tercatat 69,14 % nya bekerja pada sektor pertanian. Bagi Banjarnegara, sektor pertanian sangat vital karena menyumbang 31 % terhadap pendapatan daerah (BPS, 2017). Kawasan hutan telah diubah menjadi lahan pertanian khususnya tanaman sayuran (kentang, kubis, wortel, buncis). Kondisi ini menyebabkan bencana ekosistem (banjir, kekeringan, longsor, erosi) semakin meningkat sehingga DAS Serayu masuk dalam kategori kritis.
Pengukuran infiltrasi dan pengambilan sampel tanah dilaksanakan pada dua demplot di Dusun Tamansari Kecamatan Karangkobar, Banjarnegara yang masih masuk dalam Sub DAS Merawu. Sebuah demplot mencerminkan lahan agroforestri dan sebuah demplot yang menggambarkan pertanian intensif. Pada kedua demplot tersebut dipasang alat pencatat hujan otomatis dan kolektor limpasan permukaan (Gambar 1). Pengukuran infiltrasi menggunakan alat double ring infiltrometer, pada setiap titik yang sudah ditentukan (Gambar 2). Tiga model empiris infiltrasi yaitu Horton, Phillip, dan Kostiakov digunakan untuk menghitung laju infiltrasi. Model infiltrasi divalidasi berdasarkan koefisien uji determinastik (R2). Model infiltrasi dengan nilai R2 tertinggi dipilih sebagai model terbaik dan selanjutnya digunakan sebagai prediksi limpasan permukaan dengan metode SCS-CN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari s.d Mei 2018, sehingga prediksi limpasan permukaan didasarkan pada waktu tersebut.
Gambar 1. a) Lokasi penelitian dalam sub DAS Merawu, b) kondisi vegetasi pada demplot agroforestry, c) kondisi vegetasi pada demplot pertanian intensif.
Gambar 2. Ilustrasi teknik penentuan titik pengukuran infiltrasi
HASIL & PEMBAHASAN
Nilai kapasitas infiltrasi pada penggunaan lahan agroforestri dan pertanian intensif dengan 3 metode perhitungan infiltrasi dapat dilihat pada Tabel 1. Nilai kapasitas infiltrasi tertinggi terdapat pada metode Kostiakov dengan 435 mm/jam pada agroforestri dan 390 mm/jam pada pertanian intensif. Selanjutnya Phillip dengan 337 mm/jam dan 385 mm/jam, sedangkan nilai kapasitas infiltrasi terendah terdapat pada metode Horton dengan 254 mm/jam pada agroforestri dan 340 mm/jam pada pertanian intensif. Berdasarkan U.S Soil Conversation, kapasitas infiltrasi pada lahan agoforestri dan pertanian intensif termasuk kategori sangat cepat. Kondisi ini sangat baik karena potensi air hujan menjadi limpasan permukaan adalah rendah. Artinya, hujan akan lebih banyak masuk kedalam tanah dan menjadi sumber air yang dapat digunakan pada saat musim kemarau.
Tabel 1. Nilai kapasitas infiltrasi pada demplot agroforestry dan pertanian intensif di sub DAS Merawu
Tipe penggunaan lahan | Kapasitas Infiltrasi (mm/jam) dengan metode | ||
Horton | Philip | Kostiakov | |
Agroforestri | 254 | 337 | 435 |
Pertanian intensif | 340 | 385 | 390 |
Hasil uji kesesuaian metode infiltrasi menunjukkan bahwa rerata R2 metode Horton paling rendah (0,55) dan tertinggi adalah metode Kostiakov (0,68). Oleh karena itu, metode terpilih menjadi untuk menentukan kapasitas infiltrasi dalam prediksi limpasan permukaan SCS-CN. Setelah dianalisa nilai CN yang didapat adalah 86,74. Nilai limpasan permukaan untuk lahan agroforestri dan pertanian intensif pada bulan Februari 2018 hingga Mei 2018 dapat dilihat pada Tabel 2. Volume limpasan permukaan yang terjadi setiap tahun di demplot yang ada di lokasi penelitian cenderung mengalami penurunan sesuai dengan inputnya (hujan). Faktor alam seperti curah hujan yang tinggi, intervensi manusia yang menyebabkan terjadinya perubahan tata ruang dan berdampak pada perubahan alam, serta degradasi lingkungan seperti hilangnya tumbuhan penutup tanah pada DAS. Faktor manusia diantaranya yaitu mengubah kawasan hutan menjadi lahan pertanian dan perumahan serta kurangnya reboisasi pada lahan terbuka. Hal ini tercermin dari volume limpasan permukaan pertanian intensif yang lebih tinggi daripada lahan agroforestri. Dengan demikian, penggunaan lahan agroforestri lebih bagus dalam mengurangi jumlah limpasan permukaan.
Tabel 2. Hasil prediksi limpasan permukaan pada lahan agroforestry dan pertanian intensif di sub DAS Merawu
Bulan | Curah hujan (mm) | Volume limpasan permukaan (mm) | |
Agroforestry | Pertanian intensif | ||
Februari 2018 | 787 | 135 | 224 |
Maret 2018 | 406 | 4 | 23 |
April 2018 | 275 | 1 | 3 |
Mei 2018 | 149 | 4 | 16 |
KESIMPULAN
Hasil penelitian menunjukkan nilai rerata kapasitas infiltrasi pada lahan agroforestri dan pertanian intensif di sub DAS Merawu termasuk kategori sangat cepat. Dari tiga metode perhitungan kapasitas infiltrasi, metode Kostiakov terbaik untuk menghitung nilai limpasan permukaan dengan menggunakan metode SCS-CN. Limpasan permukaan yang terjadi selama periode penelitian (Faberuari s.d Mei 2018), lahan pertanian intensif memiliki potensi limpasan permukaan tinggi dibandingkan agroforestry.
REFERENSI
Badan Pusat Statistik, 2017. Kabupaten Banjarnegara dalam Angka 2017. BPS Kabupaten Banjarnegara, Banjarnegara
Chow, V.T., Maidment, D.R., Mays, L.W., 1988. Applied Hydrology. McGraw-Hill. New York
Mein R.G dan Larson C.L. 1973. Modeling Infiltration During A Steady Rain. Water Resources. Res 9(2)
McCuen, R.H., 1982. A guide to Hydrologic Analysis Using SCS Methods. Englewood Cliffs. New Jersey: Prentice-Hall Inc. New York.
The post Prediksi Limpasan Permukaan di Demplot Agroforesty dan Pertanian Intensif di Sub Das Merawu Banjarnegara appeared first on Manajemen Sumber Daya Alam Tropis.