Dr. Sri Rahayoe, S.TP., M.P.
Hanim Zuhrotul Amanah, S.TP., M.P.
Departemen Teknik Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian
Universitas Gadjah Mada
Dengan ditentukannya target untuk meningkatkan ekspor hasil pertanian Indonesia pada tahun 2009, dirumuskan beberapa strategi dalam rangka mencapai target tersebut, antara lain melakukan pengembangan produk pertanian berdaya saing untuk ekspor, diplomasi dan negosiasi di forum perdagangan internasional untuk membuka akses pasar, serta advokasi dan proteksi. Untuk mencapai pengembangan produk pertanian berdaya saing untuk ekspor, salah satu misi yang dilakukan Direktorat Pemasaran Internasional adalah pemberdayaan Kelompok Tani (Poktan) atau Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan).
Misi ini dilakukan diantaranya melalui program akselerasi peningkatan ekspor komoditi pertanian pola insentif, pemberian bantuan fasilitasi rumah kemas (packing house) dan mobil berpendingin, serta mengisi peluang-peluang pasar ekspor di negara-negara mitra dagang. Beberapa komoditas sayuran ekspor yang difasilitasi antara lain baby buncis, buncis super, daun bawang, labu siam, lobak, bit, dan parsley. Adanya fasilitasi dari pemerintah ini berdampak pada peningkatan kapasitas ekspor, namun permasalahan yang muncul adalah produk sayuran yang tidak lolos spesifikasi ekspor masih tinggi, ditunjukkan dengan reject ekspor sebesar 30-50%, yang pada umumnya disebabkan oleh bentuk dan ukuran yang tidak memenuhi spesifikasi ekspor dan kerusakan fisik serta mekanik akibat transportasi.
Beberapa sayuran yang direject atau sayuran afkiran dapat dijual di pasar lokal, namun sayuran afkiran seperti bit, parsley, dan lobak sulit dipasarkan di pasar lokal karena konsumennya sedikit. Akibat tidak terserap di pasar lokal, maka sayuran afkiran tersebut hanya dibuang untuk pakan ternak. Kondisi tersebut sangat merugikan petani sehingga perlu penanganan alternatif yang dapat memberikan nilai tambah. Terobosan untuk memanfaatkan nilai tambah khususnya untuk sayuran afkiran ekspor yang tidak terserap pasar telah dilakukan oleh Poktan Mardi Santosa dengan mengolah sayuran tersebut menjadi bubuk kering. Permasalahan yang muncul pada pembuatan bubuk kering sayuran yang hanya mengandalkan penjemuran dengan sinar matahari sehingga pada musim penghujan sayuran tidak bisa kering dan banyak yang berjamur.
Pada kegiatan teknologi tepat guna yang diusulkan akan dilakukan aplikasi pengeringan hibrid sayuran afkiran ekspor. Metode yang akan diaplikasikan adalah pengeringan menggunakan sumber panas matahari yang didesain dengan prinsip memanfaatkan efek rumah kaca dan ketika sore hari maupun ketika musim penghujan, pengeringan dapat dilakukan dengan memanaskan udara menggunakan bahan bakar biomassa. Luaran kegiatan yang diharapkan adalah pengering hibrid untuk pengeringan sayuran afkiran ekspor pada tingkat petani dan modul pelatihan pengeringan hibrid untuk petani.
Perancangan Pengering Hibrid
Pembuatan Pengering Hibrid
Sayuran hasil pengeringan
Pelatihan teknik pengeringan
Hasil uji unjuk kerja menunjukkan pengering hibrid yang dibuat mampu mengeringkan parsley dari kadar air 82% menjadi 11% wb dengan laju pengeringan rerata 7% per jam pada kondisi cuaca mendung, hujan dan malam hari. Suhu udara panas dalam ruang pengering mencapai 56°C dan dari hasil pelatihan menunjukkan petani dapat mengoperasikan pengering hibrid dengan mudah.