Bekasam merupakan salah satu produk fermentasi ikan tradisional yang banyak dikenal oleh masyarakat Sumatera Selatan. Ikan yang dapat diolah menjadi bekasam adalah ikan air tawar seperti lele, ikan gabus, ikan nila, ikan mas, ikan wader, dan mujair (Hidayati dkk., 2012). Bekasam dibuat sebagai salah satu upaya masyarakat terdahulu untuk mengawetkan ikan pada saat musim panen. Banyaknya jumlah ikan dan belum tersedianya fasilitas untuk mengawetkan makanan pada suhu rendah, membuat masyarakat mencoba berbagai cara pengolahan ikan agar ikan tidak terancam busuk. Fermentasi pada bekasam dilakukan secara tradisional dengan memanfaatkan fermentasi alami/spontan. Proses fermentasi tidak hanya dilakukan dengan menambahkan garam pada bahan, melainkan dilakukan pula penambahan nasi sebagai sumber karbohidrat untuk pertumbuhan mikroorganisme. Karbohidrat akan diurai menjadi gula sederhana oleh mikroorganisme, kemudian akan diubah menjadi asam laktat, etanol, asam asetat, asam format, dan CO2. Hasil fermentasi inilah yang akan memberikan rasa dan aroma khas bekasam. Sebelum dikonsumsi, bekasam dimasak terlebih dahulu dan kemudian disantap sebagai lauk untuk menyantap nasi (Lestari dkk., 2018).
Mengenai proses pembuatannya, belum ada standar proses dalam pembuatan bekasam, sehingga tidak dipungkiri jika berbagai wilayah memiliki tahapan prosesnya masing-masing. Umumnya, pembuatan bekasam secara tradisional diawali dengan pembersihan ikan dari sisik dan isi perut, kemudian dilakukan pencucian ikan dengan air mengalir untuk menghilangkan kotoran dan darah apabila masih ada yang menempel. Kemudian ditempatkan dalam toples dan dicampur dengan garam serta nasi. Selanjutnya toples ditutup dan disesuaikan agar rongga udara antara tutup dengan ikan yang akan difermentasi hanya tersisa sedikit rongga saja. Hal ini disebabkan bakteri asam laktat yang diharapkan memfermentasi ikan dapat tumbuh pada kondisi sedikit oksigen. Selanjutnya toples dibiarkan selama 7 hari pada suhu ruang untuk memberikan kesempatan terjadinya fermentasi secara alami/spontan. Beberapa wilayah ada yang menambahkan garam dan nasi secara terpisah. Di awali dengan menambahkan garam pada ikan yang sudah dibersihkan kemudian didiamkan dalam toples semalaman dan selanjutnya dilakukan penambahan nasi dan dibiarkan tertutup dalam toples selama 7 hari. Kini, pembuatan bekasam dapat juga dilakukan secara moderen dengan cara menambahkan kultur murni yang dapat memproduksi asam laktat seperti L. acidophilus. Penambahan kultur murni dilakukan dengan cara melarutkannya dalam air dan es batu sehingga siap untuk dijadikan sebagai larutan rendaman ikan. Proses selanjutnya sama persis dengan proses pada pembuatan bekasam secara tradisional, yaitu ikan yang sudah direndam pada larutan kultur murni kemudian ditiriskan dan ditempatkan dalam wadah dengan ditambahkan garam dan nasi serta dibiarkan selama 7 hari. Kelebihan adanya tahap penambahan kultur murni adalah memastikan bahwa proses fermentasi pada ikan dapat terjadi dan bakteri atau mikroorganisme yang tumbuh selama fermentasi lebih spesifik. Banyak sedikitnya kultur murni yang ditambahkan pada ikan dapat mempengaruhi kandungan lovastatin pada bekasam. Lovastatin merupakan zat gizi pada bekasam yang bermanfaat sebagai penurun kolesterol. Hal ini disebabkan selain bakteri asam laktat, dimungkinkan adanya pertumbuhan mikroorganisme lain yang dapat menghasilkan metabolit sekunder lovastatin selama fermentasi (Lestari dkk., 2018). Mikroorganisme pada fermentasi bekasam yang dapat menghasilkan lovastatin antara lain adalah Aspergillus terreus dan Monascus purpureus (Nauli dan Udin, 2006; Tedjautama dan Zubaidah, 2014).
Sumber :
Hidayati, L., Chisbiyah, L. A., dan Kiranawati, T.M. 2012. Evaluasi Mutu Organoleptik Bekasam Ikan Wader. Jurnal Teknologi Industri Boga dan Busana 3(1): 44-51
Lestari, S., Rinto, Huriyah, S.B. 2018. Peningkatan Sifat Fungsional Bekasam Menggunakan Starter Lactobacillus acidophilus. JPHPI 21(1): 179-187
Nauli T, Udin LZ. 2006. Model fermentasi lovastatin. Jurnal Akta Kimia Indonesia. 1(2): 99-104
Tedjautama E. dan Zubaidah E. 2014. Peningkatan produksi pigmen merah angkak tinggi lovastatin menggunakan ko-kultur Monascus purpureus dan Saccharomyces cerevisiae. Jurnal Pangan dan Agroindustri. 2(4): 78-88.
Gambar : https://bimg.antaranews.com/cache/bogor/730×487/2018/03/Bekasam-Ikan-Nila-.jpg