Salah satu cara untuk mewujudkan kedaulatan pangan di Indonesia adalah dengan optimalisasi sumber daya lahan dan air. Irigasi adalah salah satu fokus optimalisasi sumberdaya air guna mendukung pencapaian ketahanan pangan. Untuk itu pemerintah Indonesia telah mengembangkan infrastruktur utama irigasi berupa waduk dan bendung dalam beberapa tahun terakhir.Pembangunan infrastruktur irigasi harus diikuti dengan pengembangan sumberdaya manusia sebagai strategi untuk meningkatkan layanan irigasi. Manusia adalah pengguna air sekaligus pengelola infrastruktur yang telah dibangun.
Sumberdaya manusia pengelola irigasi menjadi modal bagi institusi karena pengetahuan yang dimiliki. Agar dapat mengelola sistem irigasi dengan baik, pengelola disyaratkan memiliki pengetahuan tentang sistem irigasi dan cara pengelolaan irigasi. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi kesenjangan pengetahuan pada pengelolaan irigasi serta untuk menentukan strategi untuk mengembangkan pengetahuan.
Metode
Penelitian dilakukan di Daerah Irigasi (DI) Colo yang mengambil air dari Sungai Bengawan Solo dengan reservoir Bendungan Serbaguna Gajah Mungkur Wonogiri. Air tersebut dibendung melalui Bendung Colo untuk mendukung kegiatan pertanian beririgasi lintas kabupaten. Bendung Colo terletak di Desa Pengkol, Kecamatan Nguter, Kabupaten Sukoharjo berfungsi untuk membagi air ke dua saluran induk yaitu Saluran Induk Colo Timur yang mengairi lahan pertanian di wilayah Kabupaten Sukoharjo, Karangayar, Sragen dan sebagian kecil wilayah Ngawi. Saluran Induk Colo Barat mengairi lahan pertanian di wilayah Kabupaten Wonogiri bagian Utara, Sukoharjo bagian Selatan dan Klaten. Luas areal yang terairi pada jaringan irigasi Colo Timur seluas 20601.80 ha dengan panjang saluran induk sepanjang 64.15 km, sedangkan pada jaringan irigasi Colo Barat seluas 5632.50 ha dengan panjang saluran induk sepanjang 22.64 km.
Pada penelitian ini, pengetahuan di tingkat petani diidentifikasi dengan kuesioner untuk mengukur tingkat kepentingan dan penguasaan. Responden adalah 18 pengurus P3A dan GP3A yang yang dikontrak untuk melaksanakan tugas Operasi dan Pemeliharaan Irigasi di DI Colo. Jawaban yang diberikan diberi skor dengan Skala Likert untuk tingkat kepentingan dari 1 (sangat tidak penting) sampai 5 (sangat penting). Untuk tingkat penguasaan, Skala Likert berkisar dari 1 (sangat tidak menguasai) sampai 5 (sangat menguasai). Nilai tingkat kepentingan dan pemahaman terhadap suatu tahap operasi merupakan rata-rata aritmetik dari jawaban semua responden terhadap tahap tersebut. Validitas dan reliabilitas terhadaap jawaban responden dianalisis dengan momen Pearson. Kesenjangan pengetahuan merupakan selisih nilai tingkat kepentingan dan penguasaan.
Hasil
Hasil pengujian reliabilitas untuk setiap pertanyaan ditunjukkan pada tabel berikut. Hasil perhitungan semua rscore lebih besar daripada rtabel yaitu 0,486, sehingga data disimpulkan reliabel.
Hasil penilaian kepentingan dan penguasaan ditunjukkan pada tabel berikut. Tingkat kepentingan menunjukkan pentingnya suatu pengetahuan pada setiap tahap pekerjaan operasi menurut persepsi responden sedangkan penguasaan menunjukkan pelaksanaan responden terhadap pelaksanaan proses terkait.
Pembahasan
Tingkat kepentingan berkisar antara 3.22 sampai 4.50 artinya cukup penting sampai sangat penting bagi responden. Tingkat kepentingan tertinggi adalah menyusunan rencana tata tanam dan rencana golongan yang merupakan perencanaan irigasi dalam satu tahun. Selain itu pengetahuan dengan tingkat kepentingan tinggi adalah pengetahuan tentang perencanaan giliran dan pembagian air di jaringan utama yang menjadi perencanaan irigasi tiap periode.
Tingkat penguasaan berkisar dari 1.39 sampai 3.28 yang berarti sangat tidak menguasai sampai cukup menguasai. Tingkat penguasaan tertinggi yang dimiliki responden adalah pencatatan debit. Tingkat penguasaan juga tinggi pada pencatatan tanaman dan sumber air irigasi. Sebagian besar responden adalah pengurus P3A atau GP3A yang mendapat tugas sebagai juru atau penjaga pintu air dan mereka menerima pelatihan dan mendapat tugas untuk mencatat debit di bangunan ukur dan mencatat luas tanam di wilayahnya. Penguasaan terendah adalah pada pengetahuan tentang faktor K karena kegiatan ini tidak pernah dilakukan oleh responden. Hanya beberapa responden yang pernah mendengar adanya faktor K.
Kesenjangan pengetahuan berkisar 0.22 sampai 1,94 yang berarti kurang sesuai sampai sesuai. Kesenjangan terkecil pada pencatatan tanaman dan pencatatan debit. Kesenjangan terbesar terjadi pada pelaksanaan dan penyusunan rencana tata tanam serta pelaksanaan rencana pembagian air. Sebagian besar kesenjangan pengetahuan timbul karena responden tidak mendapat pelatihan yang cukup tentang pelaksanaan operasi irigasi. Petani menggunakan kebiasaan terhadap pembagian air dan pengaturan. Pengetahuan tasit ini terbukti sesuai untuk melaksanakan operasi irigasi namun pengetahuan tasit relatif sulit untuk dibagikan.
Strategi untuk mengurangi kesenjangan pengetahuan meliputi proses externalisasi yaitu mengubah pengetahuan tasit menjadi eksplisit. Strategi yang mungkin dilakukan antara lain penulisan buku, pembuatan data repository, pengumpulan data otomatis, dan pelatihan.
Ucapan Terimakasih
Ucapan terimakasih disampaikan kepada:
- Direktorat Jenderal Sumberdaya Air Kementrian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat yang telah memberikan fasilitasi penelitian ini melalui skema CinOP.
- Balai Besar Wilayah Sungai Bengawan Solo yang telah memberikan ijin penelitian dan menyediakan data lapangan
- Seluruh responden yang telah memberikan pernyataan.
Tim Peneliti
Peneliti: Sigit Supadmo Arif, Murtiningrum, Andri Prima Nugroho
Asisten: Rohmad Basuki, Ganang Cahyo Seputro, Angga May Chandra, Gregorius Gemong RL